Bicara Peran Mahasiswa First Voter dalam Hingar Bingar Pemilu 2024
February 14, 2024
by Bhatara Arundaya F.A.
5 min read
Hari ini, 14 Februari 2024, adalah dimulainya Pemilu 2024. Gelaran Pesta demokrasi lima tahunan terdiri dari Pilpres dan Pileg yang diselenggarakan secara serentak. Pilpres diikuti oleh tiga pasangan calon yaitu pasangan nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, paslon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan paslon nomor urut 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Pileg diikuti oleh 24 partai politik yang menjadi peserta Pemilu 2024. Terdapat 204.807.222 pemilih tercatat di DPT yang menyalurkan hak pilihnya di 823.220 TPS seluruh Indonesia.
Sepanjang masa Pemilu 2024 ini, telah diwarnai gelegar petir-petir yang menyambar demokrasi negeri ini. Bagaimana tidak, bahkan sebelum KPU mendeklarasikan calon presiden, para warga negara sudah dibuat gonjang-ganjing dengan adanya penyalahgunaan wewenang dan dibajaknya sistem demokrasi Mahkamah Konstitusi tentang batas usia calon, yang akhirnya membukakan jalan bagi salah satu calon wakil presiden untuk maju.
Belum berhenti disitu, langsung muncul pula narasi tudingan dinasti politik yang dirancang Presiden Jokowi. Ditambah lagi, muncul narasi tentang ingkar janji calon presiden nomor urut 01 yang katanya tidak akan mengganggu jalannya pencalonan calon presiden nomor urut 02. Banyak bumbu-bumbu lain yang ditaburkan, salah satu contohnya adalah isu HAM, pengkhianatan parpol-parpol, politik identitas, dan lain-lain.
Ibarat steak yang akan dimasak dengan kematangan well done, bumbu seasoning yang diberi semakin banyak seiring dekatnya Hari H Pemilu. Mulai dari momen-momen Kelima Debat yang diadakan KPU, gimmick-gimmick joged, live TikTok para calon, Kampanye yang beragam konsep seperti Desak Anies, Gelar Tikar Ganjar, bahkan sampai ada Konser DEWA-19 yang dicanangkan Timses Prabowo. Hingga puncak akhirnya dilakukan Kampanye Akbar oleh masing-masing calon yang dihadiri oleh berjuta-juta manusia dengan penuh harapan pada para calon yang mereka yakini.
Memasuki masa tenang, lagi-lagi warga Indonesia diberikan “uppercut” dengan munculnya film Dirty Vote karya sutradara Dandhy Laksono, Co-Founder dari Watchdoc. Film tersebut datang layaknya pengungkap tabir yang menjelaskan fakta-fakta terhadap demokrasi dan Pemilu 2024 ini diiringi analisa matang dari pakar-pakar yang berkapabilitas. Alih-alih tenang, tim dari para calon terutama tim calon yang paling banyak di ”kupas” rencananya, bergeliat ketar-ketir dengan adanya film yang dipertontonkan ke publik itu.
Beragam cerita saling sikut, bersekutu, dan propaganda antar calon mengingatkanku pada kisah Romance of Three Kingdomnya China antara Wei, Shu, dan Wu, ataupun perebutan sengit Scudetto Serie A antara Juventus, Inter Milan, dan AC Milan. Bedanya adalah, di cerita Liu Bei ataupun Alessandro Del Piero itu, aku hanya bisa “NONTON” saja sambil makan popcorn. Sedangkan, di kontestasi Pemilu 2024 ini, aku jadi “PESERTA” yang turut andil dengan menggunakan hak pilihku.
Menurut DPT KPU, pemilih dari generasi Z (1997 - 2000 an) adalah sebanyak 46.800.161 pemilih atau sebanyak 22,85% dari total pemilih. Jika di eksklusifkan lagi, diantara mereka adalah mahasiswa, seperti diriku. Sebagian besar pun adalah First Time Voters, yakni baru pertama kali bisa memilih.
Hipotesis “elek-elekan” ku, aku yakin teman-temanku mahasiswa yang baca ini sudah menggunakan hak memilihnya hari ini, tapi apakah partisipasi sebagai penyandang gelar mahasiswa hanya sebatas itu? Menurutku dan menurut 5 peran mahasiswa tidak begitu. Bagaimana kondisi yang terjadi di lingkup kampusku? Kalau dilihat dari hasil Pukat mengenai Pernyataan Sikap KM ITS kemarin sih, aku jadi ragu.
Tan Malaka dalam Madilog pernah bilang “Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali". Quotes ini sebenarnya adalah salah satu alasan filosofis mengapa Agent of Changes, Social Control, Iron Stock, Moral Force, dan Guardian of Value ditanamkan kepada mahasiswa.
Kondisi ideal yang diinginkan adalah mahasiswa tidak cuma intelektual dan terampil secara rumpun ilmunya, tapi beretika, berlogika dan tidak apatis agar pondasinya sudah kuat ketika bermasyarakat di masa mendatang. Kenapa kok harus mahasiswa sih? kan kami cuma pengen belajar aja biar keterima kerja trus kaya dan makmur. Teman-teman, tadi sudah sempat aku singgung bahwa diantara Generasi Z yang bisa milih aja ga semuanya adalah mahasiswa, mahasiswa itu adalah titel yang berprivilege dan eksklusif, kalau mahasiswa apatis atau dalam konteks pemilu ini apolitik, apa bedanya mahasiswa dengan kaum elitis eksklusif istana yang cuma memikirkan dirinya sendiri?
Jangan sampai kita sebagai mahasiswa Generasi Z terlena dengan kondisi sekarang yang serba mudah dan enak ini. Ada sebuah istilah yakni Cycle Of History yang berbunyi “Hard times create strong people, strong people create good times, good times create weak people, and weak people create hard times”. Aku beranggapan kita sekarang ada di fase good times dengan segala kemudahan dan keterlenaan aksesnya, dan aku sendiri tidak mau jadi bagian weak people yang menciptakan fase hard times bagi anak-cucuku nantinya bahkan ke masyarakat di masa mendatang.
Harapanku adalah, mahasiswa yang selama ini secara filosofis dan historis merupakan pihak paling kritis dan idealis terhadap hingar bingar keberlangsungan demokrasi negara ini, tidak lenyap dan menyerah dengan keadaan begitu saja dan berujung apatis memikirkan dirinya sendiri-sendiri. Memilih calon-calon pemimpin tidak berlandaskan isu aktual, data, fakta, dan gagasan akan sangat disayangkan untuk seukuran mahasiswa. Jika titik itu sudah terjadi? maka siapa lagi yang mau melawan elitis negeri ini? siapa lagi yang mau memikirkan pelanggaran-pelanggaran yang tercipta hanya untuk kepentingan kelompok elit yang menari-nari di lantai dansa istana? haduh, kejadian Pukat Pernyataan Sikap KM ITS kemarin sebenarnya sudah membuat aku khawatir sendiri terhadap kondisi mahasiswa kini.
Tapi aku pun sebenernya tidak bisa menyalahkan kok, yang paling tau diri kalian adalah kalian sendiri, toh itu adalah hak kalian untuk memilih apa yang kalian yakini, ada yang memilih untuk ngapain lah aku ikut aksi ben diurus arek-arek ae, ngapain aku kritis ke pemerintah wong ga ngaruh ke hidupku, dan sebagai macamnya. Aku disini cuma menambah perspektif dan menyampaikan hal-hal yang diharapkan pendahulu kita yang sebenernya klise banget, tapi mirisnya sekarang buat menyadarkan aja udah susah, apalagi melakukan, heheh.
Mengapa aku baru menyampaikan ini di hari Pemilu? karena aku menganggap hari ini bukan akhir dari segala keburukan ini, masih ada pengawalan quick count, masih ada masa gugat, masih ada kecurangan-kecurangan yang aku gatau kapan bakal muncul lagi, masih belum tau janji-janji presiden terpilih nantinya ditepati atau nggak. Masih banyak hal-hal yang bisa diperjuangkan mahasiswa, maka dari itu aku menyuarakan untuk selalu mengawal semua ini. Aku menganggap tulisan ini bisa disampaikan kapanpun dan dalam konteks apapun. Selama masih ada Indonesia dengan sistem yang sama, tulisan mirip-mirip seperti ini pasti bakal selalu abadi. Dan selama hal itu ada, mahasiswa harus jadi garda terdepan untuk selalu mengawal demi baiknya masa depan! Ditunggu Gejayan Memanggil versi arek-arek Suroboyo-nya!
Terima kasih yang sudah membaca sampai akhir tulisan sambat ini, apresiasi! semoga aku bisa ngobrol pribadi sama kamu lebih dalam lagi! Sangat terbuka untuk ruang dialog berdiskusi!